Tak Terima Vonis 12 Tahun, Terdakwa Korupsi PDAM Way Rilau Ajukan Banding | Radar Lampung


BANDARLAMPUNG – Tidak terima putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungkarang, terdakwa kasus korupsi PDAM Way Rilau, Daniel Sanjaya, melalui tim kuasa hukumnya resmi mengajukan upaya hukum banding.

Banding ini diajukan sebagai hak hukum terdakwa sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Kuasa hukum terdakwa, Heri Hidayat, mengatakan bahwa pada sidang putusan yang digelar Rabu, Juni 2025 lalu, kliennya divonis 12 tahun penjara, denda Rp400 juta subsidair 4 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp17,063 miliar. Jika tidak dibayar, diganti dengan hukuman penjara selama 8 tahun.

Menurut Heri, pihaknya menilai majelis hakim belum mempertimbangkan secara menyeluruh poin-poin dalam eksepsi dan nota pembelaan (pledoi) yang telah disampaikan selama persidangan.

“Kami keberatan karena posisi hukum terdakwa bukanlah owner ataupun official owner dari perusahaan. Dalam sistem hukum persero terbatas, klien kami tidak memiliki kedudukan sebagai pemilik secara formal,” kata Heri Hidayat.

Ia menambahkan, dalam hukum positif di Indonesia, istilah “owner” secara pidana baru diatur terbatas dalam konteks tindak pidana pencucian uang dan terorisme, seperti yang tercantum dalam Keputusan Presiden (Keppres), bukan dalam perkara ini.

Rencananya, pengajuan banding secara resmi akan didaftarkan ke Pengadilan Tipikor pada tanggal 10 atau 11 Juni 2025 mendatang.

Seperti diketahui, Daniel Sanjaya sebelumnya dinyatakan bersalah dalam kasus dugaan korupsi proyek di lingkungan PDAM Way Rilau, dan divonis bersalah oleh majelis hakim dengan hukuman pidana berat karena menyebabkan kerugian negara miliaran rupiah.

Sebelumnya, Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek PDAM Way Rilau kembali digelar di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Rabu (28/5/2025).

Agenda sidang kali ini, adalah pembacaan pledoi atau nota pembelaan dari penasihat hukum terdakwa.

Dalam pledoi tersebut, penasihat hukum menyoroti sejumlah kejanggalan, termasuk tuntutan jaksa yang dinilai berlebihan dan bertentangan dengan hukum positif yang berlaku.

Heri Hidayat, selaku penasihat hukum terdakwa dari Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Heri Hidayat & Partners, dalam pembelaannya menyebut bahwa total tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum terhadap kliennya mencapai 24 tahun 5 bulan.

Hal itu terdiri dari pidana penjara selama 13 tahun 6 bulan, ditambah denda Rp750 juta subsider 6 bulan penjara, serta pidana pengganti kerugian negara senilai Rp17 miliar, yang apabila tidak dibayarkan akan diganti dengan pidana penjara selama 10 tahun 5 bulan.

“Jika dikalkulasikan, total ancaman pidana terhadap klien kami mencapai 24 tahun 5 bulan. Ini bukan hanya berlebihan, tetapi sepertinya menjadi rekor tuntutan tertinggi dalam kasus korupsi yang pernah ada di Indonesia,” kata Heri di hadapan majelis hakim.

Lebih lanjut, Heri menilai bahwa tuntutan tersebut bertentangan dengan Pasal 12 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan bahwa pidana penjara waktu tertentu tidak boleh melebihi 20 tahun.

Ia menegaskan bahwa baik pidana pokok maupun pidana tambahan dalam satu putusan tidak bisa melebihi batas maksimal tersebut.

“Kami menduga ada kesalahan penulisan atau kekeliruan hitungan dalam surat tuntutan jaksa. Ini tidak hanya keliru secara hukum, tapi juga sangat merugikan posisi hukum terdakwa,” tegasnya.

Selain mempersoalkan soal tuntutan, dalam pledoi juga dijelaskan bahwa secara hukum, terdakwa bukanlah pemilik sah dari perusahaan penyedia proyek, yakni PT Kartika Ekayasa.

“Terdakwa tidak dapat dikategorikan sebagai pemilik maupun penerima manfaat atau beneficial owner. Apalagi pengaturan mengenai beneficial owner baru secara eksplisit disebutkan dalam Perpres Nomor 13 Tahun 2018, yang fokusnya pun bukan pada tindak pidana korupsi, melainkan pencucian uang dan terorisme,” terang Heri.

Ia menambahkan, menetapkan seseorang sebagai beneficial owner dalam perkara korupsi tanpa dasar hukum yang jelas merupakan pelanggaran terhadap prinsip legalitas. (leo/c1/abd)

Artikel ini telah tayang di radarlampung.bacakoran.co dengan judul Tak Terima Vonis 12 Tahun, Terdakwa Korupsi PDAM Way Rilau Ajukan Banding Reporter: Leo Dampiari & Editor: Agung Budiarto

0 comments